1.
Berpikir Adalah
Pekerjaan Dasar Manusia
Kemampuan manusia untuk menggunakan akal dalam
memahami lingkungannya merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia
berfikir, dengan berfikir manusia menjadi mampu melakukan perubahan dalam
dirinya, dan memang sebagian besar perubahan dalam diri manusia merupakan
akibat dari aktivitas berfikir, oleh karena itu sangat wajar apabila berfikir
merupakan konsep kunci dalam setiap diskursus mengenai kedudukan manusia di
muka bumi, ini berarti bahwa tanpa berfikir, kemanusiaan manusia pun tidak punya makna bahkan mungkin tak akan
pernah ada.
Berfikir juga memberi kemungkinan manusia untuk
memperoleh pengetahuan, dalam tahapan selanjutnya pengetahuan itu dapat menjadi
fondasi penting bagi kegiatan berfikir yang lebih mendalam. Ketika Adam a.s diciptakan
dan kemudian ALLAH mengajarkan nama-nama, pada dasarnya mengindikasikan bahwa
Adam a.s, manusia pertama yang Allah turunkan di muka bumi ini, merupakan
makhluk yang bisa berfikir dan berpengetahuan, dan dengan pengetahuan itu Adam
dapat melanjutkan kehidupannya di dunia. Anggap saja ketika Adam a.s ketika
pertama kali diturunkan di bumi tidak memakai pakaian selembarpun, lalu beliau
mulai mengenal aurat, kemudian berfikir bagaimana caranya agar auratnya dapat
tertutupi. Dan seterusnya. Aktifitas berfikir terus menerus dilakukan sampai
kemudian menjadi manusia yang menggunakan potensi akalnya dengan maksimal.
Dalam konteks yang lebih luas, perintah Iqra
(bacalah) yang tertuang dalam Al Qur’an dapat dipahami dalam kaitan dengan
dorongan Tuhan pada Manusia untuk berpengetahuan disamping kata Yatafakkarun
(berfikirlah/gunakan akal) yang banyak tersebar dalam Al Qur’an. Semua ini
dimaksudkan agar manusia dapat berubah
dari tidak tahu menjadi tahu, dengan tahu dia berbuat, dengan berbuat
dia beramal bagi kehidupan. semua ini pendasarannya adalah penggunaan akal
melalui kegiatan berfikir. Dengan berfikir manusia mampu mengolah pengetahuan,
dengan pengolahan tersebut, pemikiran manusia menjadi makin mendalam dan makin
bermakna, dengan pengetahuan manusia mengajarkan, dengan berpikir manusia
mengembangkan, dan dengan mengamalkan serta mengaplikasikannya manusia mampu
melakukan perubahan dan peningkatan ke arah kehidupan yang lebih baik, semua
itu telah membawa kemajuan yang besar dalam berbagai bidang kehidupan manusia
(sudut pandang positif/normatif).
Ada beberapa kemungkinan jika manusia tidak mau berfikir,
yang pertama takut gila. Misalnya ada yang mengatakan, “sudahlah jangan terlalu
mendalam mempelajari filsafat, nanti otak kamu tidak akan mampu, bisa-bisa kamu
jadi gila!”. Kadar kemampuan manusia berbeda-beda, ada yang dikaruniai
kaemampuan berfikir yang mendalam, ada yang hanya diberikan kemampuan yang
biasa-biasa saja, sehingga memang pada prakteknya tidak semua manusia mampu untuk
mempelajari filsafat. Disinilah peran berfikir menjadi penting, untuk mengukur
sejauh mana kemampuan diri dalam kaitannya dengan kapasitas otaknya.
Yang kedua kemungkinan manusia tidak mau berfikir
adalah tidak sempat berfikir. Begitu banyak aktifitas keseharian yang menguras
waktu. Rutinitas harian dari pagi sampai malam. Sehingga bagi manusia yang
kurang dapat memanfaatlkan waktunya dengan baik tidak akan sempat untuk
berfikir. Tak cukup lagi waktu baginya. Yang ada di dalam otaknya adalah
bagaimana agar rutinitas yang ia jalani dapat terus berlangsung untuk menopang hajat
hidupnya.
Akal dalam kacamata wahyu, mendorong untuk memilah
dan memilih mana khobar shodiq, berita kabar yang benar dan akurat. Di jaman
sekarang yang arus informasi begitu pesatnya dibutuhkan akal yang benar dan
lurus, untuk memfilter setiap informasi yang masuk dalam otak, untuk kemudian
dijadikan pijakan berfikir dalam menentukan langkah selanjutnya. Manusia perlu
punya kerangka berfikir yang benar sesuai dengan islamic worldview, manusia perlu
punya framework. Agar segala apa yang ia lakukan di dunia ini sesuai
dengan tutunan alqur’an dan sunnah sehingga dapat mencapai derajat khalifatullah
di muka bumi ini.
2.
PERIODISASI TURUNNYA
ALQUR’AN (23 TAHUN)
Periodisasi turunnya alqur’an dibagi menjadi 3 fase. Fase
pertama dimulai ketika Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyu pertama kali di usia
40 tahun. Fase pertama ini diistilahkan sebagai fase ‘berani’. Berani mendobrak
ajaran-ajaran jahiliyyah, menentang doktrin-doktrin peribadatan yang selama ini
dilakukan oleh kaum kafir quraisy selama bertahun-tahun. Berani mensyiarkan
tauhid walapun syiar ini dilakukan melalu berbagai metode. Dari sembunyi-sembunyi
sampai terang-terangan. Berani menerima siksaan, hinaan dan ancaman dari para
kafir quraisy.
Fase kedua dimulai menjelang nabi berusia 53 tahun. Fase
ini diistilahkan sebagai fase ‘termotivasi’. Karena pengikut ajaran Islam sudah
banyak, maka kemudian para sahabat-sahabat Nabi termotivasi untuk dapat
melakukan lebih banyak hal terkait dengan dakwah. Di tengah-tengah ancaman,
siksaan, bahkan embargo dari kaum kafir, umat Islam tetep teguh memegang ajaran
Islam karena iman sudah menghujam dalam sanubari mereka. Iman ini yang kemudian
memotivasi mereka untuk mencari alternatif dakwah yang lebih maksimal.
Fase ketiga dimulai ketika Nabi menginjak usia 53
tahun. Di tahun ke-13 kenabian ini Allah mewahyukan agar umat Islam hijrah ke
Madinah. Pada fase inilah umat islam mulai menemukan ritme yang benar dalam
mendakwahkan ajaran Islam. Dibentuknya sistem pemerintahan yang Islami di kota
Madinah yang kemudian membuat umat Islam menjadi kuat dan bermartabat. Fase ini
diistilahkan sebagai fase ‘tenang’. Tenang menjalankan ibadah, tenang dalam
mengambil kebijakan dan bersikap.
3.
PEMBAGIAN TEMA
KONSEP DALAM AL-QUR’AN
Konsep Makkah Awal, terdiri dari konsep tauhid
(ketuhanan), penciptaan, manusia, adab, alam dunia dan hari akhir.
Konsep Makkah Akhir, terdiri dari konsep
kenabian, ilmu, agama (ad-din), ibadah, kebenaran, kebaikan dan kebahagiaan.
Konsep Madinah, terdiri dari konsep ukhuwah,
daulah, ummah, jihad dan konsep penyempurna.
Penulis: Azhim Muntholib
Mahasiswa Pascasarjana UIKA Bogor
Komentar
Posting Komentar